Aliansi.co, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menanggapi rencana Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang akan melaporkan dirinya bersama PPATK ke Bareskrim Polri.
Pelaporan itu buntut dibukanya data analisis di Kementerian Keuangan sebesar Rp349 triliun oleh PPATK.
“Enggak apa-apa, bagus,” kata Mahfud di Kuningan, Jakarta Selatan pada Sabtu (26/3/2023).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan akan melaporkan PPATK dan Menko Polhukam, Mahfud MD ke Bareskrim Polri terkait dugaan membuka rahasia.
Karena menurut dia, dua lembaga itu disebut-sebut oleh Komisi III DPR yang membuka data analisa Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.
“Rencana hari Selasa Minggu depan, saya sudah bisa ke Bareskrim melaporkan dugaan membuka rahasia dengan terlapor PPATK dan juga rencana terlapor Pak Mahfud MD. Karena yang disebut-sebut oleh DPR itu adalah PPATK dan Pak Mahfud MD. Jadi terlapornya dua lembaga tersebut,” kata Boyamin.
Menurut dia, urgensi melaporkan ke Bareskrim sebagai bentuk cara membela PPATK.
Karena, Boyamin menyebut PPATK tidak melakukan membuka rahasia dan melanggar Undang-undang sebagaimana ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
“Jadi, urgensinya untuk menguji dan membela PPATK dengan menggunakan teori logika terbalik. Tapi karena DPR ngomong begitu, saya uji. Apakah ini omongan DPR yang bener atau justru yang ngaco. Menurut saya sih tidak bener. Karena apapun yang dilakukan PPATK adalah bener,” jelas dia.
Tentu, Boyamin menyadari laporannya terhadap Mahfud dan PPATK nanti tidak akan ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri.
Akan tetapi, ia tetap harus membawa hal ini ke ranah hukum.
“Berkaitan dengan proses-proses berikutnya, ya kita tunggu. Nanti apakah polisi akan memproses, tapi saya yakin sih tidak memproses. Tetep saya harus melaporkan karena ini urgensinya dalam rangka membela PPATK,” pungkasnya.
Mahfud MD mengaku mengapresiasi rencana pelaporan itu.
Mahfud mengatakan, pada Rabu (29/3/2023), ia akan memenuhi undangan Komisi III DPR untuk membahas soal transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Pada saat itu, Mahfud dan pemerintah akan beradu logika mengenai persoalan transaksi mencurigakan dengan DPR.
“Uji logika dan uji kesetaraan juga. Jangan dibilang pemerintah itu bawahan DPR. Bukan,” ungkapnya.
“Pokoknya Rabu saya datang, kemarin (anggota DPR) yang ngomong-ngomong agak keras itu supaya datang juga, biar imbang,” tegas Mahfud.
Meski demikian, Mahfud mengaku belum menerima undangan dari DPR mengenai jadwal pertemuan itu.
“Enggak tahu, undangannya belum nyampai,” tambahnya.