Beberapa pihak menilai, PTN-BH minim kontrol dari pemerintah, baik secara pengelolaan keuangan, maupun penerimaan mahasiswa.
Padahal Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan, bahwa aset PTN-BH tetap milik negara, yang artinya tetap wajib diaudit dan ada pertanggungjawaban hukumnya dalam pelaporan keuangan.
Selain itu, banyak perguruan tinggi swasta (PTS) juga meminta perimbangan keuangan negara atau APBN dalam sektor pendidikan tinggi di tanah air.
“Kampus swasta juga mengeluh, kuota penerimaan mahasiswa baru di PTN-BH tidak terkontrol hingga puluhan ribu mahasiswa tiap tahunnya, sehingga berpotensi mematikan PTS yang ada. Pemerintah harus hadir dan intervensi untuk keseimbangan anggaran pendidikan tinggi yang ada di Indonesia, karena memang 90 persen kampus di tanah air adalah PTS,” ungkapnya.
Selama ini, menurut Fikri anggaran PTN mencapai 96 persen, sedangkan PTS dialokasikan hanya 4 persen.
Padahal jumlah mahasiswa di PTS sangat besar, mencapai 72 persen, sedangkan di PTN hanya 28 persen.
“Meski sekarang ada skema competitive fund, di mana PTN dan PTS punya peluang yang sama, namun masih jauh perbandingan alokasinya,” ujarnya.