Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK meminta maaf atas penetapan tersangka dua prajurit TNI aktif dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
KPK beralasan ada kekhilafan dan kelupaan atas penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan tangan kanannya Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengakui ada kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI oleh tim penyelidik anti rasuah.
“Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kami yang tangani, bukan KPK,” kata Johanis dalam konferensi pers di KPK, Jumat (28/7/2023).
Hal itu, kata Johanis Tanak, mengacu pada Pasal 10 UU No 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
“Dalam aturan itu, pokok-pokok peradilan itu diatur ada empat lembaga, peradilan umum, militer, peradilan tata usaha negara dan agama,” kata Johanis.
Johanis mengatakan, berangkat dari kasus tersebut, KPK akan berbenah dan lebih berhati-hati dalam penanganan kasus korupsi khususnya yang melibatkan anggota TNI.
“Disini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan, oleh karena itu atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan ke depan kami akan berupaya kerjasama yang baik antara TNI dengan KPK,” kata Johanis.