Aliansi.co, Jakarta– Kasus dugaan perundungan di SMK PGRI 37 Pondok Labu, Jakarta Selatan menyisakan trauma mendalam bagi korbannya, JS (16).
Rangkaian kekerasan yang dilakukan oleh tujuh kakak kelasnya itu masih terus menghantui pikiran JS.
Bahkan, akibat peristiwa yang dialaminya itu, wanita berkulit putih ini harus berhenti sekolah selama setahun.
Ibu korban, Septiani (38) menerangkan, peristiwa perundungan dan pengeroyokan itu terjadi pada September tahun 2023 lalu.
Saat itu, anaknya baru dua pekan masuk ke sekolah swasta tersebut.
“Anak saya beberapa kali mendapatkan intimidasi dengan alasan yang tidak masuk akal. Mereka bilang baju seragam anak saya seksi, padahal ya tidak juga,” ujar Septiani saat ditemui bersama JS di Mapolrestro Jakarta Selatan, Kamis (14/11/2024)
“Hal itu jadi alasan mereka melakukan perundungan dengan anak saya,” sambungnya.
Dia menyampaikan, suatu hari sepulang sekolah, JS dibawa oleh para pelaku ke sebuah taman di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Di tamana tersebut, korban kembali mendapatkan perundungan.
Bahkan, korban dikeroyok hingga mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya.
Tak terima anaknya babak belur, Septiani lantas melaporkan kejadian itu ke Mapolrestro Jakarta Selatan pada 30 September 2023.
“Sempat dilakukan mediasi pada 30 November 2023, tapi tidak ada titik temu. Intinya orangtua para pelaku tidak mau bertanggungjawab,” ungkapnya.
Waktu terus bergulir, namun Septiani merasa tidak ada titik terang terhadap laporan yang dia layangkan.
“Hari ini kami kembali dipanggil tapi masih belum ada kejelasan,” katanya
Di sisi lain, Septiani menyesalkan pihak sekolah yang tidak responsif dalam menangani perkara perundungan yang melibatkan muridnya.
“Saat mengadu ke sekolah, mereka justru terkesan menyudutkan korban dan tidak memberikan solusi,” katanya
Kuasa hukum korban, Ricardo Siahaan menyebut bahwa proses penyelidikan kasus tersebut terkesan lambat.
“Polisi hanya bilang laporan masih berjalan, tapi sejauh ini belum terlihat ada perkembangan,” lanjutnya
Dia meminta agar kepolisian memberikan atensi pada kasus perundungan, sebab jika dibiarkan maka akan menjadi momok menakutkan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
“Korban sudah mengalami banyak kerugian. Akibat perundungan dan pengeroyokan itu korban sampai berhenti sekolah selama setahun karena trauma,” ujarnya.
“Belum lagi kekerasan fisik yang diterimanya membuat korban terluka,” tambahnya.