Aliansi.co, Jakarta– Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mewanti-wanti munculnya politisasi identitas, disinformasi, dan ujaran kebencian yang berpotensi membuat gaduh Pemilu 2024.
Tiga aspek ancaman nonmiliter itu dapat membahayakan integritas dan keberhasilan proses Pemilu.
“Ketika Pilkada tahun 2017, media sosial memuat secara berlebihan terkait isu politik identitas yang kemudian berlanjut pada Pemilu 2019. Bahkan ada kecenderungan juga mengadu teman TNI dan Polri pada titik itu,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja melalui keterangan tertulisnya yang dikutip, Selasa (27/6/2023).
Bagja menjelaskan, politisasi identitas berkaitan dengan masalah etnis, ideologi, kepercayaan, dan juga kepentingan-kepentingan lokal yang direpresentasikan oleh elit melalui artikulasi politik mereka.
Sedangkan disinformasi, merujuk pada penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau disengaja untuk menipu atau mempengaruhi opini publik.
Sedangkan ujaran kebencian, merujuk pada komunikasi yang menyebarkan, mendorong, atau memperkuat sentimen atau sikap permusuhan, kebencian, atau diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan ras, etnisitas, agama, gender, orientasi seksual, atau karakteristik tertentu lainnya.
“Seperti 2017, sekarang sudah mulai muncul di media sosial isu anti terhadap ras tertentu, ujaran kebencian, dan menyerang beberapa peserta pemilu. Beberapa kali kita temukan di Twitter walau bahasanya masih lumayan soft, tapi sudah mulai menyerang lawan-lawan politik,” terang Bagja.
Kendati demikian, Bagja mengklaim telah menyiapkan beberapa strategi untuk menangkal tiga aspek ancaman nonmiliter tersebut.