Aliansi.co, Jakarta- Tindakan Satpol PP DKI Jakarta membubarkan warga yang tengah berkemah dalam aksi damai di depan Gerbang Pancasila, Gedung DPR-MPR RI, pada Rabu (9/4/2025) lalu, dinilai sebagai sikap arogansi.
Aksi anggota Satpol PP tersebut, diungkapkan Ketua Himpunan Masyarakat Nusantara (Hasrat) Sugiyanto, merupakan kesalahan fatal yang harus segera mendapat perhatian serius dari DPRD DKI Jakarta.
Sugiyanto menegaskan, DPRD melalui fungsi pengawasannya dapat memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk mengusulkan pencopotan Kepala Satpol PP DKI Jakarta.
“Langkah ini bukan sekadar reaktif, melainkan bentuk tanggung jawab politik DPRD dalam menjaga marwah demokrasi dan melindungi hak-hak warga negara,” kata Sugiyanto dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/4/2025).
Sugiyanto menerangkan bahwa DPRD juga memiliki hak-hak konstitutional ketika terjadi tindakan yang melampaui kewenangan seperti yang dilakukan Satpol PP.
Hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat yang dimiliki DPRD ini, kata dia, wajib dijalankan secara maksimal dan proporsional ketika terjadi tindakan dari pihak eksekutif yang dinilai melampaui kewenangan.
Terlebih aksi pembongkaran tenda kemah di depan Gedung DPR merupakan kesalahan fatal.
“Itu tenda warga yang tengah melakukan aksi damai sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI dan Polri. Sayangnya, aksi damai ini justru dibubarkan secara sepihak oleh aparat Satpol PP, yang berdalih bahwa keberadaan tenda di trotoar mengganggu ketertiban, estetika, serta menghambat pejalan kaki,” bebernya.
Memang, kata dia, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung secara terbuka menyesalkan tindakan tersebut dan sudah menegur Kepala Satpol PP.
Begitu juga pimpinan Satpol PP DKI Jakarta telah menyampaikan permohonan maaf dan berjanji akan mengedepankan pendekatan yang lebih dialogis di masa depan.
Namun, kata Sugiyanto, permintaan maaf saja tidak cukup untuk menghapus kesan bahwa Satpol PP telah bersikap arogan dan melampaui kewenangan.
“Pembubaran aksi ini mencerminkan upaya pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, yang secara konstitusional dijamin oleh Pasal 28E UUD 1945. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk menyatakan pikiran, berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat,” tandasnya.