Para perekrut membiayai akomodasi keberangkatan para korban BMI seperti pembuatan paspor, tiket pesawat dan kebutuhan lainnya dengan ketentuan pinjaman dan pengembalian uang pinjaman tersebut dengan cara potong gaji setelah para BMI sudah bekerja dan
menerima gaji.
Sebelum para korban secara bertahap diberangkatkan, mereka ditampung di salah satu Apartemen di Bekasi, Jawa Barat, selama satu malam dan keesokan harinya langsung diberangkatkan ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand.
Para korban sesampainya di penempatan kerja, mereka disekap oleh perusahaan yang dijaga ketat oleh orang-orang bersenjata dan berseragam militer, menyita HP milik para korban, mempekerjakan para korban secara paksa untuk online scam selama 17 jam kerja
per hari, memperlakukan para korban dengan kasar dan dengan tindakan kekerasan fisik dan psikis, bahkan terjadi pemukulan hingga penyetruman.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno menegaskan bahwa ada dua hal yang perlu ditekankan dalam kasus ini, yaitu yang pertama kewajiban terhadap pelindungan para korban oleh pemerintah yakni melalui Kementerian Luar Negeri dan dari segi penegakan
hukum menindak para perekrut dan aktor pelaku lainnya yang terlibat.
Menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri maka Perwakilan RI memiliki kewenangan dan kewajiban untuk mengevakuasi ke tempat yang aman kemudian dipulangkan dengan biaya negara.
Dalam hal ini, sedang diupayakan dengan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI yang di sana.
Selanjutnya, di Indonesia ketika tidak melakukan tindakan hukum maka korban akan terus berjatuhan.
Dalam catatan SBMI, Online Scam dan kasus seperti sudah banyak terjadi sejak tahun 2017 mulai dari Kamboja, Myanmar, Filipina, dan Thailand. Maka dapat dikatakan berbasis analisis SBMI ada berbagai aktor sindikat internasional yang sudah memenuhi
unsur tindak pidana perdagangan manusia.