Nasi sekeras kapur, kata dia, membuat WBP tidak buang air besar (BAB) setiap hari.
Pasalnya seluruh Rutan dan Lapas naungan Ditjen PAS sekarang kelebihan kapasitas, dari yang seharusnya di bawah 1.000 dapat diisi hingga 3.000.
“Nasinya memang keras, itu juga biar Napi enggak setiap hari semuanya ke WC (buang air besar). Susah dicerna, kalau enggak begitu ke WC semua,” tuturnya.
Tidak hanya soal nasi, AB mengatakan kualitas lauk pauk pada nasi cadong buruk sehingga banyak WBP berduit enggan mengkonsumsi.
AB yang pernah bertugas di Rutan dan Lapas di wilayah Jakarta menyebut praktik pemberian makanan tidak layak untuk WBP sudah berlangsung sejak lama.
“Telur yang dibeli itu juga kualitasnya buruk, mereka beli telur pecah, busuk. Ikan asin itu kalau pas dijemur lalat saja enggak mau dekat,” lanjut AB.
Dalam pemberian nasi cadong untuk WBP di Rutan dan Lapas memang dilakukan kontrol oleh Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP).
Namun AB menuturkan dari total ribuan porsi nasi cadong diberikan untuk WBP hanya satu saja yang layak konsumsi, sementara lainnya tidak.
“Pas dilihat dan ditandatangani KPLP nasi paling atas bagus, sisanya enggak. Nasi cadong yang diantar ke blok juga enggak semua gratis, ada yang bayar Rp25 ribu,” sambung dia.
Awak media sudah berupaya mengonfirmasi kebenaran pernyataan AB kepada Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Rika Aprianti.
Namun hingga berita ditulis Rika urung menanggapi upaya konfirmasi terkait keterangan AB tentang kualitas nasi cadong di Rutan dan Lapas.