Aliansi.co,YOGYAKARTA- Universitas Gajah Mada (UGM) akhirnya buka-bukaan soal ijazah dan skripsi mantan Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.
Diketahui, media sosial kembali dihebohkan dengan isu dugaan ijazah dan skripsi palsu Jokowi.
Kehebohan itu usai seorang mantan dosen dari Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar menyampaikan keraguannya terkait keaslian ijazah dan skripsi Jokowi sebagai lulusan UGM.
Karena menurutnya, lembar pengesahan dan sampul skripsi menggunakan font time new roman, belum ada di era tahun 1980-an hingga 1990-an.
Terkait hal ini, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta buka suara.
Sigit menyesalkan adanya informasi yang menyesatkan disampaikan oleh mantan dosen tersebut.
Padahal, kata dia, Rismon juga merupakan alumnus dari Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
“Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat,” kata Sigit dalam keterangannya di laman resmi UGM, dikutip Sabtu (22/3/2025).
Sigit menyampaikan sebagai seorang dosen seharusnya Rismon dalam menyimpulkan suatu informasi harus didasarkan pada fakta dan metode penelitian yang baik.
Menurut Sigit, seharusnya Rismon tidak hanya menampilkan ijazah dan skripsi Joko Widodo saja yang ditelaah namun harus juga melakukan perbandingan dengan ijazah dan skripsi yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan.
Sigit menegaskan bahwa di tahun itu sudah jamak mahasiswa menggunakan font time new roman atau huruf yang hampir mirip dengannya, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di tempat percetakan.
Bahkan di sekitaran kampus UGM itu sudah ada percetakan yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi.
“Fakta adanya mesin percetakan di sanur dan prima juga seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM,” ungkapnya.
Seperti diketahui, sampul dan lembar pengesahan skripsi Jokowi dicetak di percetakan, namun seluruh isi tulisan skripsinya setebal 91 halaman tersebut masih menggunakan mesin ketik.
“Ada banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dengan mesin percetakan,” katanya.
Soal nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster namun hanya angka saja, Sigit menuturkan soal penomoran ijazah di masa itu, Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas.
Penomoran tersebut tidak hanya berlaku pada ijazah Joko Widodo namun berlaku pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan.
“Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto menilai tuduhan pemalsuan ijazah dan skripsi Jokowi harus bisa dibuktikan.
Menurut Marcus, ada dua tindakan pemalsuan dalam ranah hukum pidana, yakni membuat palsu dan memalsukan.
Membuat palsu, artinya dokumen asli tidak pernah ada namun pelaku membuat surat atau akta dalam hal ini ijazah, seolah-olah itu ada dan asli padahal sebelumnya tidak pernah ada.
“Itu namanya membuat palsu,” tegasnya
Selanjutnya, soal tindakan memalsukan, dalam hal ini ijazah atau skripsi yang dulunya pernah ada, tetapi mungkin rusak atau hilang, kemudian membuat dokumen baru seolah-olah itu adalah asli.
“Dua duanya adalah kejahatan, dan ada ancaman pidana. Ini (Rismon) tidak jelas yang dituduhkan, memalsukan atau membuat palsu,” katanya.
Marcus menilai, kemungkinan dua tuduhan itu juga sangat lemah.
Pasalnya, dokumen-dokumen yang dimiliki Fakultas Kehutanan UGM memiliki banyak data pendukung yang menunjukkan bahwa Jokowi pernah kuliah, pernah ujian, dan pernah ikut yudisium.
“Yang bersangkutan pernah wisuda, dan ada berita acara yang menunjukkan peristiwa tersebut, maka ijazah memang pernah ada. Bisa dibuktikan dan dapat ditemukan di Fakultas Kehutanan,” katanya.
Soal huruf time new roman atau memiliki kemiripan dengan font tersebut, kata Marcus, seharusnya Rismon tidak hanya melihat dari skripsi atau ijazah milik Jokowi saja, namun dapat membandingkan dengan lulusan Fakultas Kehutanan UGM lainnya.
Bahkan membandingkan skripsi yang diterbitkan di Fakultas Kehutanan di tahun-tahun sebelum Jokowi lulus.
“Apakah kemudian yang memiliki kemiripan, lalu dianggap palsu semua? Itu kesimpulan bukan seorang akademisi. Karena skripsi maupun ijazah banyak ditemukan di UGM dengan menggunakan huruf time new roman atau huruf yang hampir mirip dengannya,” katanya.
Marcus juga menyesalkan jika masih ada pihak yang melontarkan isu dan menuduh bahwa UGM melindungi Jokowi terkait kepemilikan ijazah dan skripsi palsu, tuduhan tersebut dianggapnya keliru.
“Jika kemudian ada dugaan bahwa UGM melakukan perlindungan atau perbuatan seolah-olah hanya untuk kepentingan Joko Widodo, itu sangat salah dan gegabah,” pungkasnya.