Aliansi.co, BOGOR– Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap praktik curang takaran BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam kasus ini, pengawas SPBU inisial HZH ditetapkan sebagai tersangka.
“Temuan ini berasal dari aduan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti oleh Polri dan didalami bersama Kemendag, kemudian pemerintah daerah,” kata Menteri Perdagangan Budi Santoso kepada wartawan di lokasi SPBU Sentul, Rabu (19/3/2025).
Budi menjelaskan, modus kecurangan takaran BBM dilakukan menggunakan perangkat elektronik dipasang kabel.
Perangkat lalu disambungkan ke pompa ukur menggunakan sistem remot.
“Jadi pengurangan BBM dilakukan dengan sistem remot yang dioperasikan dengan handphone,” jelasnya.
Praktik curang ini terbongkar berawal saat tim penyelidik dari Subdit I Dittipidter Bareskrim Polri, bersama dengan Direktorat Metrologi Ditjen PKTN Kementerian Perdagangan dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan inspeksi dan pengujian terhadap pompa ukur BBM di SPBU pada Rabu (5/3/2025).
Hasil penyelidikan menemukan adanya kabel tambahan yang terpasang di dalam blok kabel arus (junction box) di bawah dispenser.
Kabel tersebut tersambung pada panel listrik dan terhubung dengan perangkat elektronik tambahan, terdiri dari satu mini smart switch, satu MCB (Miniature Circuit Breaker), serta dua relay.
Komponen ini diduga berfungsi untuk mengurangi takaran BBM yang dikeluarkan oleh mesin dispenser.
“Dari hasil pengujian menggunakan bejana ukur standar dengan kapasitas 20 liter, ditemukan adanya kekurangan volume BBM sebesar 605 hingga 840 mililiter per 20 liter yang seharusnya diterima oleh konsumen,” kata Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin di lokasi, Rabu (19/3/2025).
“Dengan kata lain, pelanggan SPBU ini dirugikan akibat berkurangnya jumlah BBM yang diterima dibandingkan dengan takaran yang seharusnya,“ sambungnya.
Praktik kecurangan ini diduga telah berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat pengguna BBM.
Keberadaan alat tambahan ini juga sengaja disembunyikan sehingga tidak terdeteksi saat petugas Metrologi Legal melakukan tera ulang setiap tahun.
Berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi, perbuatan tersangka memenuhi unsur pelanggaran Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Pasal tersebut menyatakan bahwa barangsiapa yang memasang alat tambahan pada alat ukur, takar, atau timbang yang telah ditera atau ditera ulang dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal satu tahun dan/atau denda hingga Rp1.000.000.