Aliansi.co, Jakarta- Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengaku siap buka-bukaan guna memastikan retret kepala daerah berjalan sesuai aturan.
Hal itu disampaikan Prasetyo Hadi merespon langkah masyarakat antikorupsi yang melaporkan retret kepala daerah ke KPK.
Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi secara resmi melaporkan retret kepala daerah ke KPK pada Jumat (28/2/2025).
Laporan yang dilayangkan terkait dugaan korupsi yang terjadi dalam penyelenggaraan retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah, pada 21-28 Februari 2025 lalu.
“Ya itu hak kalau melaporkan. Tapi saya pastikan semua berjalan sesuai dengan aturan. Sesuai dengan perundang-undangan. Tidak ada yang dilanggar. Semua bisa kita buka,” kata Prasetyo kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Selasa (4/3/2025).
Prasetyo mengatakan bahwa uang retret kepala daerah masuk ke rekening PT Lembah Tidar Indonesia sebagai perusahaan pengelola kegiatan.
Ia memastikan proses dan pengelolaan yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur.
“Ya itu kan prosesnya ya. Pengelolanya. Prosesnya seperti itu. Tapi semuanya saya jamin semuanya terbuka, semuanya sesuai dengan prosedur,” tegasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menyampaikan duduk perkara penyelenggaraan retret kepala dilaporkan ke KPK.
Salah satunya yakni dugaan adanya konflik kepentingan dalam penunjukan perusahaan penyedia fasiltas retret kepala daerah.
Feri Amsari, salah satu anggota koalisi menyebut, bahwa kejanggalan yang ditemukan pihaknya berawal dari ketidakterbukaan pemerintah dalam penunjukkan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai perusahaan yang menyediakan fasilitas retret itu.
“Kan biasanya pengadaan barang dan jasa itu ada standar keterbukanya, ada website-nya. Nah kita merasa janggal misalnya perusahaan PT Lembah Tidar Indonesia ini perusahaan baru. Dan dia mengorganisir program yang sangat besar. Se-Indonesia,” ujar Feri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Sementara itu, Anissa Azzhara dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia atau PBHI menduga bahwa penyelenggaran retret itu tidak sepenuhnya dibiayai oleh APBN.
Menurutnya ada sebagian biaya retret yang turut dibebankan kepada APBD yakni senilai Rp6 miliar.
Dia menyebut ada ketidaksesuaian antara rencana anggaran yang diajukan dan pelaksanaan di lapangan menyebabkan celah sebesar Rp6 miliar itu.
“Sehingga celah besar sekitar 6 miliar itu ternyata di cover oleh APBD. Di mana itu tidak diperbolehkan, karena itu akhirnya adalah pengalihan dana secara tidak sah,” tandasnya.