Aliansi.co, Jakarta- Puspom TNI menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan tangan kanannya Lektol Arfi Budi Cahyanto (ABC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas.
Keduanya langsung dijebloskan ke tahanan milik Puspom TNI.
“Penyidik Puspom TNI meningkatkan tahap penyelidikan kasus ini ke tingkat penyidikan dan menetapkan kedua personel TNI tersebut atas nama HA dan ABC sebagai tersangka,” kata Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko dalam jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, Senin (31/7/2023).
Handoko mengatakan penetapan tersangka dua perwira aktif TNI itu berdasarkan hasil pemeriksaan dari para saksi dari pemberi suap.
Menurut Agung, pemeriksaan terhadap Letkol Arif selaku Koordinator Adminstrasi Basarnas dan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi telah rampung dilaksanakan.
“Terhadap keduanya malam ini juga kami lakukan penahanan di Instalasi Tahanan Militer milik Puspom TNI AU di Halim Perdanakusuma,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan terhadap Koorsmin Kabasarnas, Puspom TNI menemukan pemberi suap, MR atau Marilya alias Bu Meri menyerahkan uang hampir Rp 1 miliar tepatnya Rp 999.710.400 kepada ABC pada 25 Juli 2023 di parkiran Bank BRI Mabes TNI AL, Jakarta.
“Sepengakuan ABC, uang tersebut adalah profit sharing atau pembagian keuntungan dari pekerjaan pengadaan alat pencarian korban reruntuhan yang telah selesai dikerjakan oleh PT Intertekno Grafika Sejati,” ujarnya.
PT Intertekno Grafika Sejati merupakan pemenang tender pengadaan alat dari Basarnas.
MR dalam kasus itu merupakan Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati.
Menurut Danpuspom, profit sharing hanya istilah dari pribadi ABC untuk memperhalus bahasa suap.
Menurut Agung, penerimaan uang dari Bu Meri itu atas perintah Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi.
“Perintah itu ABC terima pada 20 Juli 2023 dan disampaikan secara langsung,” ujar dia.